Pengertian Attachment Definisi Teori, Jenis, Hubungan Terhadap Persahabatan John Bowlby
Pengertian Attachment Adalah - Istilah attachment untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969. Attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, dalam Ervika 2005).
Dalam buku Colin (1996) yang berjudul Human Attachment, Bowlby dan Ainsworth menjelaskan attachment adalah ikatan afektif abadi yang dikarakteristikkan dengan kecenderungan untuk mencari dan mempertahankan kedekatan dengan figur tertentu, terutama ketika berada di bawah tekanan. Contoh attachment yang paling familier adalah ikatan yang berkembang antara bayi dan pengasuh utamanya (umumnya ibunya). Attachment adalah ikatan emosional, bukan perilaku.
Dalam bahasa sehari-hari, attachment merujuk kepada hubungan antara dua individu yang mempunyai perasaan yang kuat terhadap satu sama lain dan melakukan beberapa hal untuk melanjutkan hubungan tersebut. Dalam bahasa psikologi perkembangan, attachment sering terbatas pada hubungan antara figur sosial yang penting dan sebagian fenomena yang diperkirakan akan menghasilkan karakteristik yang unik dari hubungan. Dalam kasus ini, periode perkembangan masa kecil, figur sosial adalah bayi dan satu atau lebih orang dewasa yang mengasuhnya, dan fenomena ini adalah suatu ikatan (Bowlby, dalam Santrock 1998). Ringkasnya, attachment adalah sebuah ikatan emosional yang dekat antara bayi dan pengasuh (Santrock, 1998).
Penelitian Bowlby (1969, 1973) mengenai ibu dan bayi membawa dia kepada konsep attachment style, yaitu tingkat keamanan yang dirasakan individu dalam hubungan interpersonalnya.
Terdapat empat teori yang mempengaruhi attachment, yaitu psychoanalytic theory, learning theory, cognitive-developmantal theory, dan ethological theory. Penjelasannya mengenai teori tersebut adalah sebagai berikut (dalam Shaffer, 2005):
a. Psychoanalaytic theory : ”Saya mencintai kamu karena kamu memberi makan kepada saya”
Menurut Freud, bayi masih dalam tahap ”oral” dimana kepuasan diperolehnya dari mengisap objek yang dimasukkan ke mulut sehingga bayi akan tertarik kepada siapa saja yang dapat memberinya kepuasan oral. Karena biasanya ibu yang memberikan kenikmatan oral kepada bayi melalui menyusui, maka hal tersebut logis jika Freud menyebutkan bahwa ibu akan menjadi objek primer bayi dalam menunjukkan perasaan aman dan kasih sayang karena ibu yang paling baik dalam menyusui mereka.
Erik Erikson juga percaya bahwa kegiatan menyusui yang dilakukan ibu akan mempengaruhi kekuatan perasaan aman yang ditunjukkan bayi melalui attachment bayinya. Erikson mengatakan bahwa keseluruhan respon yang diberikan ibu kepada bayinya lebih penting daripada kegiatan menyusui itu sendiri. Menurut Erikson, seorang pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan bayi akan mengembangkan perasaan trust kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif dan tidak konsisten akan menimbulkan perasaan mistrust. Erikson juga menambahkan bahwa anak-anak yang belajar untuk tidak trust kepada pengasuhnya selama masa bayi akan menghindari atau akan menjadi ragu-ragu dalam membangun hubungan yang harus saling mempercayai (close mutual-trust relationship) sepanjang hidupnya.
b. Learning theory : ”Pemberian reward mengarah kepada rasa cinta”
Para ahli teori learning berasumsi bahwa bayi akan attached terhadap seseorang yang memberi mereka makan dan memuaskan kebutuhannya. Menyusui dipandang sebagai hal yang penting karena dua alasan. Pertama, karena hal tersebut dapat menimbulkan respon positif dari bayi (seperti tersenyum) yang akan meningkatkan kasih sayang terhadap bayi. Kedua, menyusui adalah kesempatan bagi ibu untuk memberikan kenyamanan kepada bayi seperti memberi makanan, kehangatan, sentuhan kasih sayang, kelembutan. Bayi mulai menghubungkan ibunya dengan sensasi yang menyenangkan, sehingga ibunya menjadi barang yang berharga baginya. Ketika sang ibu memperoleh status sebagai secondary reinforcer, maka bayi akan attach dengan ibunya sehingga bayi akan melakukan apapun (seperti tersenyum, bergumam, atau mengikuti) untuk menarik perhatian dari individu yang dianggap penting baginya.
c. Cognitive-Developmental theory : ” Untuk mencintai kamu, saya harus tahu kalau kamu ada di sana”
Teori cognitive-developmental jarang membahas orang dewasa seperti apa yang akan menarik bagi bayi, tapi teori cognitive-developmantal mengingatkan akan pentingnya karakter perkembangan dalam membentuk attachment karena hal ini tergantung pada tingkat perkembangan kognitif bayi. Sebelum terbentuknya attachment, bayi harus mampu membedakan orang yang dikenal dengan orang asing. Bayi juga harus mengetahui bahwa ibunya mempunyai ”permanence” terhadap dirinya, karena akan sulit untuk membentuk hubungan yang stabil dengan seseorang jika dia merasa orang tersebut tidak ada untuknya. Itulah sebabnya attachment pertama kali tebentuk pada usia 7 sampai 9 bulan dimana bayi telah memasuki tahap keempat dari sensori motorik berdasakan teori Piaget, yaitu tahap dimana bayi mulai mencari objek yang disembunyikan dari mereka.
Dalam percobaan yang dilakukan Barry Lester, ditemukan bahwa bayi usia 9 bulan yang mempunyai skor lebih tinggi dalam object permanence dimana mereka melakukan protes ketika mereka dipisah dari ibu mereka, sedangkan anak dengan usia yang sama tapi skor object permanence yang lebih rendah tidak melakukan tidakan protes apapun ketika mereka dipisahkan dari siapapun. Kelihatannya hanya anak usia 9 bulan yang matang secara kognitif mempunyai kebutuhan akan attachment primer dengan ibunya.
d. Ethological theory : “ Mungkin saya lahir untuk dicintai”
Ahli etiologi lebih tertarik pada penekanan emotional attachment sebagai awal dari perkembangan. Asumsi utama dari pendekatan etiologi bahwa semua spesies, termasuk manusia dilahirkan dengan kecenderungan perilaku bawaan yang akan berkontribusi dalam kelangsungan hidupnya dari evolusi. Bowlby yang mendukung teori psikoanalitik Freudian yang percaya bahwa perilaku yang dibawa sejak lahir didesain untuk membentuk attachment antara bayi dengan pengasuhnya. Dikatakan bahwa hubungan attachment bersifat adaptif, memberikan perlindungan kepada bayi dan memenuhi kebutuhannya. Ahli etiologi berpendapat bahwa tujuan jangka panjang dari adanya attachment primer adalah untuk mempertahankan generasi selanjutnya untuk bertahan hidup, mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.
Jenis-jenis Attachment
Walaupun attachment terhadap pengasuh meningkat pada pertengahan tahun pertama, kelihatannya beberapa bayi mempunyai pengalaman attachment yang lebih positif. Mary Ainsworth berpikiran demikian juga dan mengatakan, dalam secure attachment, bayi menggunakan pengasuhnya, biasanya ibunya, sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungan. Ainsworth percaya bahwa secure attachment pada tahun pertama kehidupan menyediakan fondasi penting untuk perkembangan psikososial dalam kehidupan selanjutnya. Sensitifitas pengasuh terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan bayi meningkatkan secure attachment. Bayi yang merasakan ikatan yang aman dapat pergi meninggalkan ibunya dengan bebas tapi tetap memperhatikan keberadaan ibunya hanya dengan memandang sekilas. Bayi yang merasakan ikatan yang aman akan merespon positif apabila digendong oleh orang lain dan ketika diletakkan kembali, dan akan kembali bermain dengan bebas. Pada bayi yang merasakan ikatan yang tidak aman akan menghindar dari ibunya atau akan merasakan perasaan yang bertentangan terhadap ibunya, merasa asing, dan marah karena perpisahan yang sebentar setiap harinya. (Santrock, 1998).
Mary Ainsworth bekerja sama dengan Bowlby menemukan bahwa kualitas attachment akan mempengaruhi perkembangan anak. Maka Ainsworth melakukan observasi alami dengan mengembangkan struktur tertentu untuk mengukur perilaku attachment menggunakan strange situation, yaitu prosedur dimana pengalaman anak pada serangkaian perpisahan dan pertemuan dengan pengasuhnya dan reaksi anak diamati (dalam Kaplan, 2000).
Strange situation yang dikembangkan Mary Ainsworth, bayi dapat dikategorikan menjadi tiga kategori berdasarkan perilaku yang diamati. Kemudian, muncul kategori keempat dari perilaku yang teramati. Berikut adalah keempat kategori attachment (dalam Kaplan, 2000):
a. Secure attachment
Bayi yang diklasifikasikan sebagai securely attached jika bertemu dengan ibunya, mereka menyapa ibunya dengan positif, berusaha untuk mendekatkan diri pada saat bertemu, dan hanya menunjukkan beberapa perilaku negatif terhadap ibunya. Bayi yang secure menggunakan ibunya sebagai dasar yang aman untuk menjelajahi lingkungannya. Ketika ibunya meninggalkannya, bayi akan protes atau menangis, tapi ketika ibu kembali, bayi akan menyapa dengan penuh kesenangan, dan anak ingin digendong dan dekat dengan ibunya.
b. Anxious/avoidant attachment
Bayi yang diklasifikasikan dalam avoidant mengabaikan ibunya ketika ibunya memasuki ruangan pada saat reuni/bertemu kembali dan menghindar untuk melakukan kontak dengan ibunya. Mereka menjelajahi lingkungan tanpa menggunakan ibunya sebagai dasar untuk eksplorasi dan tidak peduli apakah ibunya ada atau tidak. Ketika ibunya meninggalkannya, anak tidak terpengaruh dan ketika ibunya kembali lagi, anak akan menghindari ibunya. Mereka tidak mau mengadakan kontak ketika sedang distress dan tidak mau dipegang.
c. Anxious /resistant attachment
Bayi yang diklasifikasikan sebagai resistant menunjukkan kecemasan yang hebat ketika memasuki ruangan sebelum sesi dimulai. Dari awal bayi memegang erat ibunya dan takut untuk menjelajahi ruangan dengan sendiri. Mereka sangat cemas akan perpisahan dan sering menangis secara berlebihan. Mereka menunjukkan sikap marah ketika bertemu dengan ibunya. Mereka menjadi bingung antara mencari atau menghindar untuk mengadakan kontak dengan ibunya. Bayi ini mencari kontak dengan ibunya dan pada saat yang sama juga menolak orang tuanya karena kemarahan mereka kepada orang tuanya.
d. Anxious/disorganized-disoriented attachment
Kelompok yang keempat, bayi disorganized/disoriented menunjukkan banyak perilaku yang berbeda. Kadang-kadang mereka mendekati pengasuhnya, kemudian menunjukkan penghindaran atau tiba-tiba menangis. Bayi juga menunjukkan perilaku yang bertentangan pada saat yang sama, seperti mendekati orang tuanya tanpa melihat kepada orang tuanya. Ada yang menunjukkan ketakutan terhadap pengasuhnya. Mereka menunjukkan kebingungan, kuatir dan depresi. Banyak anak yang diabaikan dan disiksa yang menunjukkan perilaku ini. Bayi juga menunjukkan tingkat hormon tinggi yang mengindikasikan stress.
Pengukuran secure dan insecure attachment pada remaja dan orang dewasa umumnya menggunakan Adult Attachment Interview (AAI). Pengukuran ini mengukur ingatan individu mengenai hubungan attachment yang penting. Berdasarkan dari respon terhadap AAI, individu diklasifikasikan sebagai berikut (dalam Santrock, 2002):
- Secure-autonomous, dimana koresponden merespon bahwa masa bayinya mengalami secure attachment.
- Dismissing/avoidant attachment yaitu kategori insecure dimana individu tidak menekankan pentingnya attachment. Kategori ini berkaitan dengan pengalaman penolakan yang konsisten dari pengasuhnya. Akibat yang mungkin terjadi dari dismissing/avoidant attachment adalah orang tua dan remaja saling menjauhi satu sama lain, dimana pengaruh orang tua terhadap remaja sedikit. Dismissing/avoidant attachment berhubungan dengan perilaku kekerasan dan agresif pada remaja.
- Preoccupied/ambivalent attachment yaitu kategori insecure dimana remaja merasa pengalaman attachment-nya hypertuned (terlalu dijaga). Hal ini umumnya terjadi karena keberadaan orang tua tidak konsisten untuk remajanya. Hal ini akan memunculkan perilaku mencari attachment yang tinggi, bercampur dengan perasaan marah. Konflik antara orang tua dan remaja dalam tipe attachment ini dianggap berlebihan untuk kesehatan perkembangan. http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-attachment-definisi-teori.html
- Unresolved/disorganized attachment yaitu kategori insecure dimana remaja mempunyai ketakutan yang tinggi dan tidak jelas. Ini bisa disebabkan pengalaman traumatik karena kematian orang tua atau disiksa orang tua.
Berdasarkan konsep internal working model dari Bowlby maka Bartholomew menyatakan empat kategori tipe adult attachment berdasarkan dua dimensi yaitu working model of self (seperti seberapa berharganya dirinya) dan working model of others (seperti seberapa besar orang lain dapat dipercaya).
Model of self (positif dan negatif) dan model of others (positif dan negatif) tersebut menciptakan empat jaringan sel. Seorang individu dapat dikategorikan ke dalam satu dari keempat kategori tersebut. Keempat kategori tersebut adalah: secure, dismissing, preoccupied, dan fearful. Individu yang secure dikarakteristikkan dengan adanya perasaan nyaman terhadap intimasi dan kebebasan dan mempunyai working model yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Individu yang dismissing menghindari intimasi dimana hal tersebut akan menjadi ancaman bagi dirinya dan kebebasannya. Mereka mempunyai working model yang positif terhadap diri sendiri dan working model yang negatif terhadap orang lain. Individu yang preoccupied adalah orang yang cemas dan berpegang teguh dalam membentuk hubungan, asyik dengan hubungan yang terbentuk tersebut, dan mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan working model yang positif terhadap orang lain. Individu yang fearful menghindari intimasi dimana mereka takut akan disakiti oleh orang lain atau perasaan sakit karena ditinggal oleh seseorang. Mereka mempunyai working model yang negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Di bawah ini akan digambarkan adult attachment style dari Bartholomew (dalam Baron, 2006)
Gambar 1. Bartholomew’s Adult Attachment Style
Feeney, Noller, dan Hanrahan (dalam Stein, 2002) menciptakan
Attachment Style Questionnaire (ASQ) berdasarkan 4 cluster utama dari adult attachment yang terdiri dari 40 aitem pernyataan. Dalam ASQ terdapat lima subskala yaitu: confidence, discomfort with closeness, relationship as secondary, need for approval, dan preoccupation with relationship. Pembagian subskala ini ke dalam cluster yaitu subskala confidence untuk mengukur secure attachment, subskala discomfort with closeness digunakan untuk mengukur fearful attachment, subskala relationship as secondary digunakan untuk mengukur dismissing attachment dan yang terakhir subskala need for approval dan preoccupation with relationship digunakan untuk mengukur preoccupied attachment.
Erikson (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) percaya bahwa attachment antara bayi dan orang tua pada hubungan sosial pertamanya akan menjadi dasar bagi semua hubungan sosial bayi nantinya. Bayi yang merasakan trust dan kasih sayang dari secure attachment akan berinteraksi dengan percaya diri dan sukses dengan teman sebayanya. Sebaliknya, jika bayi tidak berhasil dalam hubungan sosial pertamanya akan mengalami masalah dalam interaksi sosialnya.
Dugaan di atas diperkuat dengan penelitian yang hasilnya adalah sebagai berikut (dalam Kail & Cavanaugh, 2000):
- Pada anak usia 11 tahun, teman baik lebih responsif satu sama lain (memberikan perhatian kepada satu sama lain), kurang dalam mengkritik teman dan lebih sering melakukan sesuatu hal bersama-sama.
- Anak-anak prasekolah berperilaku dalam cara yang dianggap abnormal dimana tingkat permusuhannya berlebihan jika mereka memiliki disorganized attachment pada masa bayinya.
- Pada saat kemah musim panas, anak usia 11 tahun yang mempunyai hubungan secure attachment pada masa bayi akan menunjukkan kemampuan mereka yang lebih baik dan berinterksi lebih baik dengan teman sebayanya daripada anak yang insecure attachment.
Prototipe yang muncul adalah secure attachment memberikan interaksi sosial yang lebih sukses nantinya. Secure attachment memberikan trust dan percaya diri yang akan mengarahkan anak menjadi lebih terampil dalam interaksi sosialnya nanti (Thompson dalam Kail & Cavanaugh, 2000)
Attachment hanya merupakan awal dari banyak langkah sepanjang jalan perkembangan sosial. Bayi yang mempunyai secure attachment tidak selamanya buruk, tapi langkah yang salah ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial mereka (Kail & Cavanaugh, 2000).
Hubungan Attachment Terhadap Persahabatan
Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak telah membangun hubungan yang penting pada anggota keluarga dan berjalannya pertambahan usia, maka hubungan tersebut juga dibangun dengan teman sebayanya. Aspek dari hubungan teman sebaya anak-anak dan persahabatannya juga berkaitan dengan fungsi psikososialnya (Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004).
Proses hubungan antara orang tua dengan anak dan persahabatan bisa dihubungkan dengan fungsi psikososial dalam tiga cara. Pertama, hubungan tersebut bisa memberikan kontribusi yang mandiri dan unik sebagai hasilnya. Kedua, hubungan antara orang tua dengan anak dapat menjadi dasar dalam pembentukan persahabatan, yang berkaitan dengan penyesuaian psikososial. Ketiga, hubungan antara orang tua dan anak dapat dilihat dari kualitas persahabatan. Menurut Bowlby (dalam Rubin, Dwyer, Kim, & Burgess 2004), penyesuaian pada beberapa tahapan kehidupan adalah hasil interaksi individu pada masa sebelumnya dan kaitannya terhadap hubungan sekarang dengan lingkungan yang lebih luas. Seperti halnya hubungan awal antara orang tua dengan anak dan pengalaman bersahabat akan berinteraksi satu sama lain dan akan mempengaruhi fungsi psikososial pada tahapan kehidupan selanjutnya.
Aspek dari hubungan awal antara orang tua dengan anak, yaitu secure attachment digunakan untuk memprediksi kompetensi dalam membentuk persahabatan yang dekat pada anak usia 10 tahun. Anak yang mempunyai hubungan awal positif dengan orang tuanya akan mempunyai teman dekat pada usia 10 tahun (Freitag, Belsky, Grossmann, Grossmann, & Scheurer-Englisch, dalam Rubin, dkk 2004). Attachment antara ibu dan bayi juga dapat memprediksi kualitas persahabatan yang positif pada usia 5 tahun (Elicker dkk, Krollmann & Krappmann; Park & Waters, dalam Rubin, dkk 2004). Selain itu, attachment yang aman pada masa kanak-kanak akhir dan awal remaja berhubungan positif dengan jumlah persahabatan yang dimiliki anak di dalam kelas (Kerns dkk, dalam Rubin, dkk 2004) serta kualitas positif dari hubungan dengan teman sebaya yang dekat (Lieberman, Doyle, & Markiewicz, dalam Rubin, dkk 2004)
Comments
Post a Comment